Aqiqah dalam Agama Islam: Hukum, Tata Cara, dan Maknanya

Simbol Kelahiran dan Syukur Aqiqah Ilustrasi sederhana berupa kambing, bintang, dan tangan yang menadah sebagai simbol rasa syukur atas kelahiran anak melalui aqiqah.

Pengertian dan Kedudukan Hukum Aqiqah

Aqiqah adalah ritual syariat yang dilakukan oleh orang tua sebagai bentuk rasa syukur atas karunia kelahiran seorang anak, baik laki-laki maupun perempuan. Secara etimologis, aqiqah berarti 'memotong rambut bayi yang baru lahir'. Namun, secara terminologi syariat, aqiqah merujuk pada penyembelihan hewan ternak (kambing atau domba) pada hari ketujuh kelahiran anak tersebut.

Mengenai hukum aqiqah dalam agama Islam, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama, meskipun pandangan mayoritas cenderung mengarah pada sunnah muakkadah (sunnah yang sangat ditekankan).

Pandangan Mayoritas Ulama (Jumhur Ulama)

Mayoritas ulama, termasuk empat mazhab besar (Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hambali), berpendapat bahwa aqiqah hukumnya adalah Sunnah Muakkadah. Hal ini didasarkan pada berbagai hadis Nabi Muhammad SAW yang menunjukkan bahwa beliau memerintahkan dan melaksanakannya. Sunnah muakkadah berarti sangat dianjurkan untuk dilakukan, dan meninggalkannya tanpa uzur akan mengurangi kesempurnaan iman dan syukur seorang muslim.

Dalil Utama Pelaksanaan Aqiqah

Dalil yang paling sering dijadikan pijakan adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Samurah bin Jundub RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

"Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya. Oleh karena itu, sembelihlah hewan aqiqah karena kelahiran anak tersebut dan cukurlah rambutnya (lalu disedekahkan seberat timbangan rambut itu)." (HR. Tirmidzi)

Kata "tergadai" (rahinah) dalam konteks ini diartikan sebagai tertahan dari syafaat atau keberkahan sampai aqiqahnya ditunaikan. Hal ini menekankan betapa pentingnya ritual ini sebagai pemenuhan hak anak dan bentuk ketaatan kepada syariat.

Ketentuan Jumlah Hewan Aqiqah

Jumlah hewan yang disembelih untuk aqiqah berbeda antara anak laki-laki dan perempuan, mengikuti tuntunan Nabi SAW:

Syafi'i dan Hanbali berpendapat demikian berdasarkan hadis Ummu Kurz yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Abu Dawud. Meskipun demikian, ada juga pandangan (seperti sebagian ulama Hanafi dan beberapa riwayat lain) yang menyatakan bahwa satu ekor sudah cukup untuk laki-laki, namun mayoritas tetap menganjurkan dua ekor bagi laki-laki karena lebih sempurna.

Waktu Pelaksanaan Aqiqah

Waktu terbaik untuk melaksanakan aqiqah adalah pada hari ketujuh setelah kelahiran anak. Ini adalah waktu yang paling utama dan sesuai dengan tuntunan Nabi SAW.

Namun, jika karena suatu hal (seperti kendala biaya atau kondisi) aqiqah baru bisa dilaksanakan setelah hari ketujuh, sebagian ulama membolehkannya dilaksanakan pada hari ke-14 atau ke-21. Jika tidak memungkinkan sama sekali pada tiga minggu pertama, maka dapat dilaksanakan kapan saja setelahnya, meskipun waktu afdal (paling utama) telah terlewat.

Pemanfaatan Daging Hasil Aqiqah

Daging hasil sembelihan aqiqah tidak boleh diperjualbelikan. Pembagiannya memiliki beberapa opsi yang dianjurkan:

  1. Disunnahkan untuk dibagikan dalam keadaan mentah kepada fakir miskin dan tetangga.
  2. Boleh dimasak terlebih dahulu, kemudian disajikan sebagai hidangan untuk mengundang kerabat, sahabat, dan masyarakat setempat, sambil menyisihkan sebagian untuk disedekahkan.
  3. Orang tua yang melakukan aqiqah dianjurkan untuk tidak memakan daging hasil aqiqah anaknya sendiri, agar tidak terkesan tamak, meskipun memakannya diperbolehkan menurut sebagian ulama.

Hikmah di Balik Tuntunan Aqiqah

Pelaksanaan aqiqah bukan sekadar formalitas, melainkan mengandung hikmah mendalam bagi seorang muslim:

🏠 Homepage