Aqiqah adalah salah satu sunnah muakkad (sunnah yang sangat dianjurkan) dalam Islam yang dilaksanakan sebagai bentuk rasa syukur atas kelahiran seorang anak. Secara tradisional, aqiqah dilakukan ketika anak masih bayi. Namun, timbul pertanyaan bagi sebagian orang: bagaimana hukum dan status aqiqah jika pelaksanaannya baru bisa dilakukan ketika anak tersebut sudah memasuki usia dewasa? Pertanyaan mengenai aqiqah ketika sudah dewasa ini sering menjadi perdebatan di kalangan umat, dan memerlukan pemahaman yang mendalam berdasarkan tinjauan syariat.
Ilustrasi syukur atas kelahiran
Hukum Asal Aqiqah dan Batas Waktu Ideal
Secara umum, mayoritas ulama sepakat bahwa waktu terbaik untuk melaksanakan aqiqah adalah pada hari ketujuh setelah kelahiran anak. Jika tidak memungkinkan pada hari ketujuh, maka dianjurkan pada hari keempat belas, atau maksimal pada hari kedua puluh satu. Pelaksanaan aqiqah pada waktu-waktu ideal ini memiliki keutamaan yang lebih besar karena erat kaitannya dengan kegembiraan menyambut anggota keluarga baru.
Namun, bagaimana jika orang tua baru menyadari atau baru memiliki kemampuan finansial untuk melaksanakan aqiqah setelah anak tersebut menginjak usia remaja atau dewasa? Ini adalah kondisi yang berbeda dan memerlukan peninjauan hukum fikih. Para fuqaha (ahli fikih) membagi pandangan mengenai hal ini menjadi beberapa perspektif utama.
Pandangan Mengenai Pelaksanaan Aqiqah Setelah Dewasa
Dalam konteks aqiqah ketika sudah dewasa, terdapat dua pandangan utama:
1. Tidak Disunnahkan Lagi (Pandangan Mayoritas)
Sebagian ulama berpendapat bahwa sunnah aqiqah terikat pada waktu kelahiran. Jika waktu yang disunnahkan (sebelum baligh) telah terlewatkan tanpa adanya udzur yang syar'i (seperti kemiskinan ekstrem), maka kesunnahannya gugur. Mereka berargumen bahwa aqiqah adalah hak anak dari orang tuanya saat ia masih kecil, dan jika orang tua lalai, maka kesempatan tersebut hilang.
2. Boleh Dilakukan Kapan Saja (Bahkan Ketika Sudah Dewasa)
Pandangan kedua, yang cenderung lebih luas penerimaannya di kalangan ulama kontemporer, menyatakan bahwa selama orang tua masih hidup dan memiliki kemampuan, mereka tetap disunnahkan untuk melaksanakan aqiqah, meskipun anaknya sudah dewasa. Alasan utama pandangan ini adalah karena aqiqah adalah bentuk syukur kepada Allah atas karunia seorang anak, dan rasa syukur ini tidak terbatas waktu. Jika seseorang baru sadar atau mampu, ia tetap bisa melakukannya sebagai bentuk pelaksanaan sunnah yang tertunda.
Bahkan, ada yang berpendapat bahwa jika orang tua tidak sempat melakukannya, anak yang kini sudah dewasa tersebut boleh melakukan aqiqah untuk dirinya sendiri sebagai bentuk ketaatan kepada agama, meskipun statusnya bukan sebagai sunnah yang dilakukan orang tua. Namun, amalan ini tetap memiliki nilai pahala karena termasuk dalam bentuk sedekah dan syukur.
Keutamaan Melaksanakan Aqiqah, Apapun Waktunya
Meskipun terdapat perbedaan pendapat mengenai ketepatan waktu, penting untuk diingat bahwa esensi dari aqiqah adalah bersyukur kepada Allah SWT. Keutamaan aqiqah yang disebutkan dalam hadis, seperti menjadi penebus atau pelindung bagi anak dari bahaya, tetap memiliki nilai yang tinggi.
Apabila Anda berada dalam kondisi aqiqah ketika sudah dewasa, pertimbangkan beberapa hal berikut untuk mengamalkannya:
- Niat yang Murni: Lakukan dengan niat murni sebagai bentuk syukur kepada Allah atas nikmat usia dan kehidupan yang telah diberikan kepada anak.
- Kriteria Hewan: Tetap ikuti ketentuan syariat mengenai jenis hewan (kambing/domba) dan usianya, sama seperti aqiqah pada umumnya.
- Pembagian Daging: Daging hasil aqiqah harus dibagikan kepada fakir miskin, kerabat, dan tetangga, sesuai dengan ketentuan yang dianjurkan.
Kesimpulannya, meskipun waktu ideal untuk aqiqah adalah tujuh hari pertama kelahiran, melaksanakannya di kemudian hari—bahkan ketika anak telah dewasa—dianggap sah dan tetap mengandung nilai kesyukuran yang dianjurkan oleh agama, terutama jika memang ada kendala sebelumnya. Yang terpenting adalah melaksanakan ibadah ini dengan niat yang tulus dan mengikuti tata cara yang telah ditetapkan dalam Islam.