Ilustrasi sederhana makna aqiqah
Aqiqah merupakan salah satu sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan) dalam agama Islam, dilaksanakan sebagai bentuk syukur atas kelahiran seorang anak. Secara tradisional, waktu pelaksanaan aqiqah yang paling utama adalah pada hari ketujuh setelah kelahiran bayi. Namun, bagaimana jika pelaksanaan aqiqah terlewat melewati batas 40 hari, atau bahkan melewati bulan pertama kehidupannya?
Mayoritas ulama sepakat bahwa hari terbaik untuk melaksanakan aqiqah adalah pada hari ketujuh. Hal ini didasarkan pada beberapa hadis yang menunjukkan keutamaan hari tersebut. Pelaksanaan pada hari ketujuh ini dianggap sebagai momen puncak penyempurnaan sunnah, di mana anak secara simbolis "diperkenalkan" kepada masyarakat luas dengan cara yang Islami, sering kali disertai dengan pencukuran rambut dan pemberian nama.
Keutamaan pelaksanaan di hari ketujuh juga dikaitkan dengan keberkahan dan perlindungan bagi bayi. Ketika aqiqah dilaksanakan tepat waktu, diharapkan perlindungan dan rahmat Allah SWT senantiasa menyertai pertumbuhan anak sejak awal kehidupannya.
Permasalahan utama yang sering muncul adalah batasan waktu. Apakah aqiqah menjadi gugur jika sudah melewati tujuh hari, 40 hari, atau bahkan lebih lama? Berdasarkan pandangan fikih yang lebih luas dan pertimbangan kemudahan bagi umat, mayoritas ulama berpendapat bahwa **pelaksanaan aqiqah tidak terikat waktu secara ketat dan boleh dilakukan setelah hari ketujuh, bahkan setelah 40 hari atau setelah anak beranjak dewasa.**
Imam Nawawi dalam Al-Majmu' menjelaskan bahwa waktu yang paling utama memang hari ketujuh, namun jika terlewat, waktu terbaik berikutnya adalah hari ke-empat belas, kemudian hari ke-dua puluh satu. Jika semua waktu tersebut terlewat, maka aqiqah tetap dapat dilaksanakan kapan saja setelah itu.
Lalu, bagaimana jika aqiqah baru bisa dilaksanakan ketika anak sudah berusia sekolah (misalnya 5 tahun) atau bahkan saat ia sudah dewasa? Dalam mazhab Syafi'i dan beberapa mazhab lainnya, jika orang tua atau anak tersebut (setelah baligh) belum pernah melaksanakan aqiqah, maka ia masih disunnahkan untuk melakukannya kapan pun. Bahkan, ada riwayat yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah mengakikahi diri beliau sendiri (an-Nabi 'aqqa 'an nafsihi) setelah diangkat menjadi Rasul, yang mengindikasikan bahwa substansi ibadah ini tetap berlaku.
Melaksanakan aqiqah ketika anak sudah besar tetap bernilai ibadah dan merupakan bentuk ketaatan kepada sunnah Nabi Muhammad SAW. Meskipun keutamaan hari ketujuh telah terlewat, pahala menyembelih hewan ternak dan bersedekah sebagai ungkapan syukur tetap akan diperoleh.
Ketentuan jumlah hewan yang disembelih untuk aqiqah tetap mengacu pada ketentuan awal, terlepas dari kapan ia dilaksanakan:
Hewan yang disembelih harus memenuhi syarat sah hewan kurban (sehat dan mencapai usia tertentu).
Apapun waktu pelaksanaannya—baik di hari ketujuh, setelah 40 hari, atau bertahun-tahun kemudian—aqiqah memiliki keutamaan mendasar:
Kesimpulannya, jika Anda melewatkan batas waktu 40 hari untuk melaksanakan aqiqah, jangan berkecil hati. Lakukanlah segera setelah Anda mampu. Ibadah ini memiliki fleksibilitas waktu bagi umat, sehingga kesempatan untuk mendapatkan pahala dan keberkahan darinya tetap terbuka lebar.