Panduan Lengkap Bacaan Ijab Kabul Adat Sunda

Simbol Keabsahan Pernikahan

Prosesi pernikahan dalam adat Sunda memiliki kekayaan budaya yang mendalam, salah satunya terletak pada momen sakral yaitu ijab kabul. Ijab kabul adalah inti dari sebuah pernikahan yang mengikat janji sehidup semati antara mempelai pria dan wanita di hadapan wali nikah dan para saksi. Dalam tradisi Sunda, meskipun unsur syariat agama Islam tetap menjadi pondasi utama, terdapat beberapa kekhasan dalam susunan kata dan tata cara yang mencerminkan kearifan lokal.

Makna dan Keistimewaan Ijab Kabul Sunda

Ijab kabul dalam konteks Sunda tidak hanya sekadar pengucapan formal, melainkan representasi dari komitmen yang serius dan kesiapan kedua belah pihak untuk membangun rumah tangga berdasarkan nilai-nilai luhur. Bahasa yang digunakan seringkali menggabungkan unsur bahasa Indonesia (sesuai tuntutan hukum agama) dengan sentuhan kehalusan bahasa Sunda, terutama dalam sesi serah terima atau doa penutup, meski inti dari ijab kabulnya harus sah secara syariat.

Wali nikah, biasanya ayah kandung mempelai wanita, memegang peran sentral. Ia bertindak sebagai 'penyerah' amanah (putrinya) kepada calon suami. Proses ini ditandai dengan jabat tangan yang erat, melambangkan penyerahan tanggung jawab penuh.

Struktur Umum Bacaan Ijab Kabul

Meskipun terdapat variasi kecil antar daerah di Jawa Barat, struktur dasar ijab kabul selalu mengikuti rukun dan syarat sah nikah Islam. Namun, sebelum masuk ke inti ijab kabul, seringkali diawali dengan beberapa prosesi singkat yang bertujuan untuk menenangkan suasana dan menegaskan kesiapan.

Inti dari prosesi ini terbagi menjadi dua bagian utama: Ijab (Penyerahan) yang diucapkan oleh wali, dan Qabul (Penerimaan) yang diucapkan oleh mempelai pria.

1. Lafaz Ijab (Diucapkan Wali Nikah)

Wali nikah (ayah mempelai wanita) biasanya memulai dengan kalimat yang tegas dan penuh makna. Berikut adalah contoh umum yang sering digunakan, disesuaikan agar sesuai dengan tuntunan agama:

“Wahai Ananda [Nama Mempelai Pria], saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan putri kandung saya yang bernama [Nama Mempelai Wanita] binti [Nama Ayah], dengan mas kawin berupa [Sebutkan Mahar], dibayar tunai.”

Dalam beberapa versi Sunda yang lebih tradisional, mungkin terdapat sisipan doa singkat atau ucapan penyerahan yang lebih bernuansa lokal sebelum atau sesudah lafaz utama ini, namun lafaz di atas adalah yang wajib diucapkan untuk keabsahan.

2. Lafaz Qabul (Diucapkan Mempelai Pria)

Setelah mendengar lafaz ijab, mempelai pria harus segera menjawab dengan jelas, tanpa jeda yang terlalu lama, dan dengan niat yang tulus. Jawaban ini harus mengulangi inti dari ijab yang diterima:

“Saya terima nikah dan kawinnya [Nama Mempelai Wanita] binti [Nama Ayah] dengan mas kawin tersebut, dibayar tunai.”

Pengucapan 'tunai' ini sangat penting, menegaskan bahwa mahar telah diserahkan dan diterima, baik secara materi maupun simbolis.

Peran Saksi dan Doa Penutup

Setelah ijab kabul terucap dan disaksikan oleh dua orang saksi yang memenuhi syarat, pernikahan dianggap sah secara agama. Para saksi kemudian akan diminta untuk menyatakan bahwa mereka telah mendengar dan menyaksikan proses tersebut. Setelah itu, biasanya dilanjutkan dengan pembacaan doa selamat pernikahan (doa khotbah nikah) oleh penghulu atau pemuka agama yang memimpin upacara.

Meskipun lafaz inti ijab kabul mengikuti kaidah baku, kekayaan budaya Sunda terlihat dalam rangkaian acara sebelum dan sesudahnya, seperti prosesi *Sawér*, *Nincak Endog*, atau doa yang dibacakan menggunakan bahasa Sunda yang penuh makna spiritual. Hal ini menjadikan pernikahan adat Sunda sebuah perayaan yang utuh, menggabungkan aspek spiritualitas Islam dengan kearifan lokal yang indah.

Memahami bacaan ijab kabul Sunda berarti memahami bagaimana sebuah janji suci diikrarkan dengan tata krama dan penghormatan tinggi terhadap nilai kekeluargaan. Ini bukan sekadar formalitas, melainkan pondasi kuat bagi kehidupan baru yang akan mereka jalani bersama.

🏠 Homepage