I. Gerbang Rasa dari Timur: Perkenalan dengan Basreng Bima
Indonesia, sebagai kepulauan yang kaya raya, menyimpan ribuan mutiara kuliner yang tersebar dari Sabang hingga Merauke. Di antara gemerlap sate, rendang, dan nasi goreng, terdapat sebuah kudapan sederhana namun fenomenal yang berhasil mencuri perhatian—Basreng. Namun, Basreng yang kita kenal hari ini memiliki banyak inkarnasi regional. Salah satu yang paling menarik, dengan karakter rasa yang tajam dan tak terlupakan, adalah Basreng Bima.
Basreng, singkatan dari Bakso Goreng, adalah produk turunan dari bakso yang diolah dengan metode penggorengan hingga menghasilkan tekstur renyah di luar namun tetap kenyal di dalam. Meskipun konsep bakso goreng bisa ditemukan di berbagai wilayah, Basreng Bima membawa DNA rasa yang sangat spesifik, dipengaruhi oleh kekayaan rempah dan tradisi memasak khas Nusa Tenggara Barat (NTB), khususnya wilayah Bima dan sekitarnya.
Apa yang membedakan Basreng Bima dari varian Jawa Barat atau Jakarta? Jawabannya terletak pada intensitas bumbu, penggunaan bahan baku lokal yang spesifik, serta filosofi pedas yang mendarah daging dalam budaya masyarakat Bima. Di wilayah ini, pedas bukan hanya sekadar rasa, melainkan sebuah dimensi yang harus mencapai level "gigit" atau 'mangge' dalam bahasa setempat, yang berarti sensasi panas yang membangkitkan selera secara ekstrem. Keunikan inilah yang menjadikan Basreng Bima tidak hanya sekadar jajanan, melainkan representasi kebanggaan kuliner daerah.
Karakteristik visual Basreng Bima: renyah, berlumur bumbu pedas, dan aroma khas daun jeruk.
II. Melacak Jejak Sejarah dan Filosofi Bakso Goreng Nusantara
Untuk memahami Basreng Bima, kita harus kembali ke akar muasal bakso di Indonesia. Bakso adalah hasil akulturasi budaya Tionghoa yang diperkenalkan ke Nusantara ratusan tahun silam. Awalnya, bakso (yang berarti 'daging giling') disajikan dalam bentuk kuah hangat. Transformasi dari bakso kuah menjadi bakso goreng adalah salah satu inovasi kuliner paling brilian di Indonesia, yang memungkinkan produk tersebut memiliki umur simpan lebih panjang dan tekstur yang lebih menarik untuk jajanan kaki lima.
2.1. Bakso Goreng: Sebuah Revolusi Tekstur
Pada dekade 1980-an dan 1990-an, muncul tren untuk mengolah bakso yang tidak lolos kualifikasi bentuk bulat sempurna, atau bakso yang tersisa, menjadi bakso goreng. Proses ini menghilangkan air, meningkatkan konsentrasi rasa daging, dan menciptakan lapisan karamelisasi yang crunchy saat digigit. Namun, varian awal bakso goreng ini cenderung disajikan tanpa bumbu tambahan yang kuat, seringkali hanya dicocol dengan saus sambal encer.
2.2. Distingsi Bima: Pedas adalah Identitas
Sementara di Jawa, bakso goreng berkembang menjadi kudapan yang lebih manis atau gurih asin, di wilayah Bima, transformasi Basreng mengambil jalur yang berbeda. Masyarakat Bima, yang terbiasa dengan kuliner bercitarasa kuat seperti Sambal Katemak atau Gami Tolo, menuntut Basreng yang tidak hanya renyah, tetapi juga 'menggigit' dan 'berani'.
Basreng Bima tidak hanya sekadar bakso yang digoreng; ia adalah bakso yang dipotong, digoreng, dan kemudian melalui proses ‘penumisan ulang’ (re-seasoning) yang intensif dengan minyak panas dan rempah kering. Proses penumisan ulang inilah yang menjadi kunci. Bumbu yang digunakan harus menempel sempurna, meresap hingga ke pori-pori Basreng, menghasilkan kombinasi unik: luar yang renyah (akibat gorengan pertama), dan rasa yang super intens (akibat gorengan kedua bersama bumbu).
III. Anatomi Basreng Bima Otentik: Bahan Baku dan Teknik Khas
Keunggulan Basreng Bima terletak pada empat pilar utama: kualitas bahan baku bakso, teknik pemotongan, proses penggorengan ganda, dan komposisi bumbu kering/minyak yang digunakan. Proses ini menjamin daya tarik tekstural yang legendaris.
3.1. Pemilihan Bakso (Baso): Fondasi Rasa
Berbeda dengan bakso di Jawa yang seringkali menggunakan campuran daging sapi dan tapioka dalam porsi seimbang, Basreng Bima otentik di beberapa tempat masih mempertahankan penggunaan ikan sebagai bahan dasar, mengingat kedekatan Bima dengan garis pantai. Ikan yang sering digunakan adalah ikan tenggiri atau ikan campuran yang menghasilkan tekstur bakso yang lebih elastis dan cenderung berwarna putih pucat.
- Kualitas Ikan/Daging: Harus segar. Penggunaan ikan yang kualitasnya menurun akan menghasilkan aroma amis yang sulit ditutupi bumbu.
- Rasio Tepung: Rasio ikan atau daging harus lebih tinggi daripada tepung tapioka. Jika tepung terlalu banyak, Basreng akan menjadi keras seperti batu saat digoreng, bukan renyah. Rasio ideal biasanya 70% daging/ikan dan 30% sagu/tapioka.
- Pencampuran Es: Adonan bakso harus dicampur dengan es batu selama proses penggilingan. Ini krusial untuk menjaga suhu adonan tetap rendah, yang menjamin protein daging terikat sempurna, menghasilkan bakso yang kenyal dan tidak pecah saat dipotong dan digoreng.
3.2. Teknik Pemotongan: Kunci Kerenyahan
Basreng Bima jarang disajikan dalam bentuk bulat utuh. Bakso direbus atau dikukus hingga matang, didinginkan, dan kemudian diiris. Bentuk irisannya sangat penting:
- Bentuk Panjang Tipis (Stik): Paling umum. Bentuk ini memaksimalkan luas permukaan, memungkinkan minyak dan bumbu menempel lebih banyak, sehingga kerenyahannya maksimal.
- Bentuk Kotak Dadu Kecil: Digunakan untuk varian yang lebih mudah dimakan sekali hap, biasanya untuk bumbu basah.
Ketebalan irisan biasanya tidak lebih dari 2-3 milimeter. Ketebalan yang seragam memastikan semua bagian matang pada waktu yang sama saat digoreng, menghindari tekstur yang 'bantat' di tengah.
Proses pemotongan yang presisi adalah langkah awal untuk menghasilkan Basreng yang renyah merata.
IV. Filosofi Bumbu Pedas: Menggali Kedalaman Rasa Bima
Basreng tanpa bumbu hanyalah bakso goreng biasa. Di Bima, bumbu adalah jiwanya. Bumbu Basreng Bima dikenal karena kompleksitas rasa yang melibatkan pedas (cabai), gurih (bawang dan kaldu), dan asam-segar (daun jeruk).
4.1. Komponen Utama Bumbu Kering
Bumbu Basreng Bima adalah campuran bubuk pedas yang dibuat secara spesifik, tidak hanya mengandalkan bubuk cabai siap pakai. Komponennya meliputi:
A. Cabai Setan dan Cabai Merah Kering (Rasa Pedas)
Cabai adalah raja dalam Basreng Bima. Umumnya, digunakan campuran cabai rawit setan (untuk panas yang cepat dan tinggi) dan cabai merah keriting kering (untuk warna merah yang cantik dan dimensi pedas yang lebih dalam). Cabai ini harus digiling, disangrai, dan dihaluskan hingga menjadi bubuk kasar.
B. Bawang Putih Bubuk (Rasa Gurih Umami)
Berbeda dengan Basreng di daerah lain yang mungkin menggunakan bawang goreng biasa, Basreng Bima seringkali menggunakan bawang putih yang digiling bersama minyak panas (di-infused oil). Penggunaan bubuk bawang putih atau tumisan bawang yang dicampur minyak saat proses penumisan ulang memberikan sentuhan umami yang kuat, yang menyeimbangkan rasa pedas yang membakar.
C. Daun Jeruk Purut (Aroma Khas)
Ini adalah signature scent Basreng Bima. Daun jeruk purut diiris sangat tipis, digoreng sebentar hingga kering, dan dicampur ke dalam bumbu. Aroma citrus dari daun jeruk memberikan dimensi kesegaran yang kontras dengan rasa pedas dan gurih yang kaya. Tanpa aroma ini, Basreng Bima kehilangan identitasnya.
D. Penyempurna Rasa Lain
- Garam dan Gula: Gula (seringkali gula aren atau gula pasir halus) digunakan bukan untuk rasa manis dominan, melainkan untuk memperkuat rasa gurih dan menstabilkan rasa pedas, membuatnya lebih berdimensi (efek umami).
- Bubuk Kaldu Ayam/Sapi: Penguat rasa instan yang krusial untuk menambah kedalaman gurih pada Basreng yang teksturnya sudah kering.
4.2. Teknik Penumisan Bumbu (Re-Seasoning)
Setelah Basreng digoreng renyah, ia dipindahkan ke wajan lain yang berisi sedikit minyak panas yang sudah di-infus dengan bawang putih dan cabai bubuk. Proses ini harus dilakukan dengan cepat dan api sedang. Tujuannya adalah memastikan bumbu kering ‘terpanggang’ sebentar dan menempel kuat pada permukaan Basreng, tanpa membuatnya menjadi berminyak atau lembek kembali. Inilah yang membedakan Basreng Bima dari sekadar menabur bumbu bubuk di atas keripik.
V. Basreng Bima dalam Konteks Sosial dan Budaya Kuliner Lokal
Basreng di Bima bukan hanya makanan ringan; ia adalah bagian tak terpisahkan dari lanskap sosial, ekonomi, dan budaya ngemil masyarakat. Kudapan ini muncul di berbagai setting, dari warung sekolah hingga kafe modern.
5.1. Jajanan Sekolah dan Fenomena Kaki Lima
Seperti cireng dan cimol, Basreng awalnya menjadi primadona di kalangan pelajar dan anak muda karena harganya yang terjangkau. Para penjual Basreng kaki lima (gerobak) seringkali menyediakan jasa level pedas yang bisa diatur sesuai permintaan pelanggan, dari level 1 (pedas ringan) hingga level 'Dewasa' (pedas maksimal).
Basreng sebagai primadona jajanan kaki lima, melayani berbagai level kepedasan.
5.2. Basreng sebagai Teman Makanan Berat
Di Bima, Basreng tidak melulu dimakan sebagai camilan mandiri. Seringkali, Basreng digunakan sebagai lauk pendamping yang berfungsi menggantikan kerupuk atau sambal. Kehadirannya di atas piring nasi hangat, terutama saat makan siang, memberikan tekstur renyah dan dorongan rasa pedas yang sangat digemari.
5.3. Etika Konsumsi dan Kebersamaan
Karena Basreng Bima cenderung disajikan dalam porsi besar (dikemas dalam plastik transparan), ia seringkali menjadi simbol kebersamaan. Basreng dibeli untuk dinikmati bersama teman atau keluarga sambil berbincang, menjadikannya 'makanan berbagi' yang mempererat tali silaturahmi. Sensasi pedas yang membakar, yang seringkali memicu batuk atau keringat, justru menjadi momen lucu dan akrab yang dinikmati bersama.
VI. Ragam Variasi dan Inovasi Modern Basreng Bima
Meskipun Basreng Bima otentik adalah Basreng Kering dengan bumbu daun jeruk pedas, popularitasnya telah memicu berbagai inovasi yang merangkul selera pasar yang lebih luas, termasuk varian basah dan fusion internasional.
6.1. Basreng Kering vs. Basreng Basah
Perbedaan utama Basreng Bima terletak pada dua kategori tekstur:
A. Basreng Kering (Crispy Style)
Ini adalah versi klasik. Setelah digoreng ganda dan dibumbui kering, Basreng ini ideal untuk penyimpanan yang lebih lama dan memiliki tekstur keripik yang renyah. Rasa pedasnya 'nendang' dan sangat intens, cocok untuk penggemar pedas sejati.
B. Basreng Basah (Wok Style)
Varian ini melibatkan bakso yang diiris dan digoreng sebentar, tetapi kemudian ditumis dengan saus kental yang mengandung cabai segar, bawang bombay, dan sedikit kecap manis atau saus tiram. Teksturnya kenyal dan lembab, mirip dengan olahan seblak kering, memberikan kepuasan yang berbeda. Meskipun kurang otentik Bima dalam hal kerenyahan, varian ini populer di pasar modern.
6.2. Inovasi Rasa dan Bumbu Kekinian
Untuk bersaing di pasar kuliner Nusantara yang dinamis, produsen Basreng Bima mulai melakukan adaptasi rasa:
- Basreng Pedas Manis ala Barbeque: Menggunakan campuran cabai Bima dengan saus BBQ dan sedikit madu.
- Basreng Keju Pedas: Penambahan bubuk keju yang gurih asin untuk melawan rasa pedas cabai.
- Basreng Sambal Matah: Memanfaatkan popularitas sambal matah Bali, tetapi disajikan kering. Daun jeruk, serai, dan irisan cabai segar ditambahkan saat proses akhir penumisan.
- Basreng Ikan Cakalang: Mengganti bakso sapi/ikan standar dengan bakso ikan Cakalang (yang banyak ditemukan di perairan Timur), memberikan dimensi rasa smoky yang khas.
VII. Dampak Ekonomi dan Peta Bisnis Basreng Bima
Basreng, dari jajanan pinggir jalan, telah berevolusi menjadi komoditas ekonomi yang penting. Di Bima dan sekitarnya, bisnis Basreng adalah motor penggerak bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), terutama bagi ibu rumah tangga dan pemuda yang mencari peluang wirausaha.
7.1. Rantai Pasok dan Keberlanjutan Bahan Baku
Bisnis Basreng Bima sangat bergantung pada rantai pasok ikan dan cabai lokal. Jika menggunakan ikan, UMKM Basreng mendukung nelayan lokal. Jika menggunakan cabai, mereka mendukung petani. Fluktuasi harga cabai, terutama pada musim hujan, sering menjadi tantangan terbesar bagi para pengusaha Basreng, memaksa mereka untuk menyesuaikan harga jual atau mencari sumber pasokan cabai kering alternatif tanpa mengurangi intensitas rasa pedas otentik.
7.2. Strategi Pemasaran Digital
Kini, Basreng Bima tidak hanya dijual secara tatap muka. Adopsi platform digital (e-commerce, media sosial, dan layanan pesan antar makanan) telah memperluas jangkauan Basreng Bima secara nasional, bahkan internasional. Kemasan yang menarik dan branding yang kuat dengan narasi "Pedas Otentik Nusa Tenggara" menjadi daya jual utama, menarik konsumen di luar NTB yang haus akan sensasi pedas yang unik.
"Kunci sukses Basreng Bima di era digital adalah konsistensi kerenyahan dan kejujuran rasa pedas. Konsumen mencari pengalaman yang benar-benar berbeda, dan Basreng Bima memberikan ‘rasa gigit’ yang tidak bisa ditiru oleh snack pabrikan."
7.3. Tantangan Logistik dan Pengemasan
Salah satu tantangan terbesar adalah mempertahankan kerenyahan (crispiness) selama pengiriman jarak jauh. Pengusaha harus berinvestasi pada kemasan kedap udara yang kuat (alumunium foil atau plastik tebal), menambahkan silica gel food grade, dan memastikan Basreng dikemas segera setelah dingin sempurna (untuk menghindari kondensasi uap air).
VIII. Panduan Teknis Membuat Basreng Bima Otentik di Rumah
Untuk menghargai Basreng Bima seutuhnya, memahami proses pembuatannya adalah hal yang esensial. Berikut adalah panduan langkah demi langkah yang detail, menekankan teknik untuk mencapai tekstur dan rasa pedas Bima yang legendaris.
8.1. Persiapan Bahan Dasar Bakso (Asumsi menggunakan Bakso Ikan)
Jika Anda tidak membuat bakso sendiri, pastikan menggunakan bakso ikan atau bakso sapi berkualitas tinggi dengan kandungan tepung minimalis.
Bahan Baku Bakso:
- 500 gr bakso ikan/sapi mentah (sudah dikukus/direbus)
- 2 liter air bersih (untuk pendinginan)
Langkah Pemotongan dan Pengeringan Awal:
- Pendinginan: Pastikan bakso benar-benar dingin setelah direbus. Jika masih hangat, proses pengirisan akan sulit dan hasilnya tidak presisi.
- Pengirisan: Iris bakso setebal 2-3 mm, usahakan bentuk stik panjang. Konsistensi ketebalan sangat penting.
- Penjemuran (Opsi Terbaik): Jemur irisan bakso di bawah sinar matahari langsung selama 2-4 jam, atau gunakan oven suhu rendah (50°C) selama 1 jam. Tujuannya adalah mengurangi kadar air permukaan. Ini akan membuat hasilnya sangat renyah dan tidak berminyak saat digoreng.
8.2. Proses Penggorengan Ganda (The Double Fry Technique)
Teknik ini memastikan kerenyahan maksimal dan ketahanan tekstur terhadap bumbu basah saat proses penumisan ulang.
Penggorengan Pertama (Semi-Matang):
- Panaskan minyak dalam jumlah banyak (deep fry) dengan api sedang.
- Masukkan irisan Basreng. Jangan terlalu banyak dalam satu kali penggorengan (overcrowding) karena akan menurunkan suhu minyak.
- Goreng hingga Basreng mulai mengembang sedikit dan permukaannya pucat keemasan (sekitar 5-7 menit). Angkat. Basreng pada tahap ini masih kenyal.
Penggorengan Kedua (Crispification):
- Setelah semua Basreng digoreng sekali, panaskan kembali minyak hingga suhu lebih tinggi (sekitar 170°C).
- Masukkan kembali Basreng yang sudah semi-matang. Goreng dengan cepat (3-4 menit) hingga warnanya kuning keemasan yang lebih pekat, dan terdengar suara gemericik renyah.
- Angkat dan tiriskan Basreng segera di atas kertas minyak atau saringan logam. Biarkan hingga benar-benar dingin.
8.3. Pembuatan Bumbu Kering Inti Bima
Bumbu ini adalah penentu identitas rasa Basreng Bima.
Bahan Bumbu Kering:
- 100 gr Cabai kering (campuran rawit dan keriting), diblender kasar.
- 50 gr Bawang putih, cincang halus atau gunakan bubuk bawang putih kualitas baik.
- 2 sdm Gula pasir halus (untuk penyeimbang pedas).
- 1 sdt Garam halus atau sesuai selera.
- 1 sdt Bubuk Kaldu ayam/sapi.
- 10 lembar Daun jeruk purut, buang tulang daunnya, iris sangat tipis.
- Minyak goreng baru (untuk menumis bumbu).
Langkah Penumisan Bumbu dan Basreng (Re-Seasoning):
- Membuat Infused Oil Daun Jeruk: Panaskan sedikit minyak (sekitar 5 sdm) di wajan bersih. Goreng irisan daun jeruk hingga kering dan renyah. Angkat daun jeruknya, sisihkan. Minyak yang tersisa adalah minyak infus daun jeruk.
- Menumis Bumbu Dasar: Gunakan minyak infus tadi. Tumis bawang putih (jika menggunakan bawang segar) hingga harum. Jika menggunakan bubuk, lewati langkah ini. Masukkan cabai kering yang sudah diblender. Tumis dengan api sangat kecil, tambahkan gula, garam, dan kaldu bubuk. Tumis sebentar (30 detik) hingga bumbu tercampur sempurna dan mengeluarkan aroma pedas yang tajam.
- Pencampuran Basreng: Matikan api. Masukkan Basreng yang sudah dingin dan renyah ke dalam wajan. Aduk cepat dan merata. Panas sisa dari wajan cukup untuk memastikan bumbu menempel tanpa membuat Basreng lembek.
- Finishing: Masukkan daun jeruk yang sudah digoreng kering. Aduk rata.
Basreng Bima siap disajikan setelah bumbu menempel sempurna. Kunci pada proses ini adalah kecepatan aduk dan suhu api yang harus rendah saat bumbu dicampur, menghindari bumbu gosong yang pahit.
IX. Kisah Sukses: Basreng Bima sebagai Simbol Ketahanan Wirausaha
Kisah-kisah di balik gerobak Basreng seringkali adalah cerminan ketekunan dan adaptasi. Meskipun Basreng terlihat sederhana, manajemen produksi dan pemasaran menentukan keberhasilan jangka panjang.
9.1. Studi Kasus 'Basreng Mangge Rasa'
Ambil contoh Basreng Mangge Rasa (nama fiktif, yang berarti Basreng Rasa Menggigit). Usaha ini dimulai dari modal kurang dari lima juta rupiah, berfokus pada kualitas bakso ikan tenggiri yang tinggi. Strategi mereka sangat sederhana namun efektif:
- Inovasi Tekstur: Mereka menjamin tekstur stik yang lebih tipis dan proses penjemuran (pengeringan) yang lebih lama, menghasilkan Basreng yang 'kriuk' tanpa perlawanan.
- Keberanian Pedas: Mereka menggunakan rasio cabai kering lokal yang sangat tinggi, memberikan garansi kepedasan yang ekstrem, memenuhi permintaan pasar NTB yang spesifik.
- Branding Lokal: Menggunakan bahasa daerah Bima dalam branding mereka, menarik rasa bangga lokal dan memudahkan pemasaran dari mulut ke mulut.
Dalam waktu tiga tahun, 'Basreng Mangge Rasa' berhasil berekspansi dari satu gerobak menjadi pemasok utama Basreng ke toko-toko oleh-oleh di Bima dan Lombok, menunjukkan bagaimana fokus pada kualitas otentik dapat menjadi keunggulan kompetitif.
9.2. Peran Digitalisasi dalam Skala Kecil
Banyak pengusaha kecil Basreng Bima berhasil melewati masa-masa sulit dengan memanfaatkan media sosial. Mereka tidak hanya menjual produk, tetapi menjual cerita dan proses pembuatan. Video yang memperlihatkan proses pengirisan bakso yang teliti, penumisan bumbu yang dramatis, dan testimoni jujur dari pelanggan yang kepedasan menjadi konten viral yang menarik pembeli dari luar pulau. Digitalisasi ini memecahkan hambatan geografis yang sebelumnya membatasi penyebaran Basreng otentik ini.
X. Tantangan dan Masa Depan Basreng Bima
Meskipun popularitas Basreng terus meningkat, ada beberapa tantangan struktural yang harus dihadapi untuk memastikan Basreng Bima tetap relevan dan berkelanjutan di masa depan.
10.1. Volatilitas Harga Bahan Baku
Ketergantungan pada cabai segar dan ikan segar membuat biaya produksi Basreng rentan terhadap perubahan iklim dan musim panen. Solusi jangka panjang membutuhkan edukasi bagi UMKM untuk melakukan diversifikasi sumber bahan baku pedas, misalnya dengan mengolah cabai menjadi pasta semi-kering saat harga murah, untuk menjaga stabilitas produksi.
10.2. Standardisasi Mutu dan Kesehatan
Seiring Basreng Bima memasuki pasar modern dan ritel besar, penting untuk memastikan standardisasi mutu dan kepatuhan terhadap regulasi kesehatan (PIRT atau BPOM). Proses rumahan harus ditingkatkan agar higienis, dan pengusaha harus transparan mengenai masa kedaluwarsa dan komposisi nutrisi, terutama bagi konsumen yang mencari makanan ringan yang lebih sehat.
10.3. Potensi Ekspor Global
Basreng Bima memiliki potensi besar untuk menjadi produk ekspor, mengingat minat global terhadap jajanan Asia Tenggara yang pedas dan unik. Untuk mencapai pasar internasional, Basreng harus mampu melewati proses sertifikasi internasional, terutama terkait penggunaan bahan pengawet (yang harus diminimalkan) dan kejelasan pelabelan alergen (ikan/daging). Karakteristik Daun Jeruk Purut adalah keunikan yang harus dipertahankan sebagai daya jual global.
XI. Basreng Bima: Lebih dari Sekadar Jajanan
Basreng Bima adalah cerminan dari kekayaan kuliner Indonesia Timur yang sering terlewatkan. Ia adalah sebuah inovasi sederhana yang lahir dari adaptasi, menggunakan bahan baku lokal untuk menciptakan pengalaman rasa yang unik dan intens. Dari tekstur renyah yang sempurna, aroma daun jeruk yang khas, hingga sensasi pedas 'mangge' yang membakar lidah, Basreng Bima telah membuktikan diri sebagai ikon kuliner yang layak mendapat tempat terhormat di panggung jajanan Nusantara.
Kehadirannya bukan sekadar memenuhi kebutuhan camilan, tetapi juga menopang ekonomi lokal, mewariskan teknik memasak tradisional, dan menyatukan komunitas melalui kegembiraan yang sederhana namun pedas. Basreng Bima, sebuah perjalanan rasa yang layak dijelajahi oleh siapapun yang berani menantang level kepedasan sejati.