Memahami Hakikat Ijab Qabul Nikah

Gambar Simbolis Akad Nikah

Pengertian Dasar Ijab Qabul

Ijab qabul adalah inti dari seluruh rangkaian prosesi pernikahan dalam Islam. Ia merupakan momen krusial di mana janji suci antara dua individu, yang disaksikan oleh wali (atau wakilnya) dan para saksi, diucapkan secara lugas dan jelas. Tanpa ijab qabul yang sah, sebuah pernikahan tidak dapat dianggap berdiri di hadapan hukum agama.

Secara harfiah, Ijab berasal dari bahasa Arab yang berarti 'menawarkan' atau 'memberikan'. Dalam konteks pernikahan, ijab adalah ucapan yang disampaikan oleh pihak yang menikahkan, biasanya wali mempelai wanita (seperti ayah atau kakek), yang menyatakan kesediaannya untuk menikahkan putrinya dengan mempelai pria. Sementara itu, Qabul berarti 'menerima' atau 'mengambil'. Qabul adalah jawaban tegas dari mempelai pria yang menyatakan penerimaan pinangan tersebut.

Rukun dan Syarat Keabsahan

Agar ijab qabul menjadi sah dan mengikat secara syar'i, harus terpenuhi beberapa rukun dan syarat yang ketat. Rukun utama tentu saja adalah adanya ijab dan qabul itu sendiri. Namun, keabsahan juga bergantung pada pihak-pihak yang terlibat.

Pertama, harus ada calon suami dan calon istri yang jelas identitasnya, beragama Islam (dalam konteks nikah syar'i), baligh (dewasa), dan tidak sedang dalam ikatan pernikahan lain (tidak muhsan jika belum ada perceraian yang sah). Kedua, harus ada Wali Nikah. Wali adalah penentu sah atau tidaknya akad; biasanya adalah ayah kandung, lalu kakek, saudara laki-laki kandung, dan seterusnya sesuai urutan kewalian dalam fikih Islam. Jika wali tidak ada atau tidak hadir, maka hakim (qadhi) akan bertindak sebagai wali hakim.

Ketiga, harus ada Dua Orang Saksi yang cakap (Muslim, baligh, berakal, laki-laki, dan adil) yang menyaksikan langsung prosesi ijab qabul. Keempat, harus ada Mahar (maskawin) yang telah disebutkan dan disepakati. Kelima, ijab qabul harus dilakukan dengan lafal yang jelas, tanpa ada jeda yang terlalu lama, dan tanpa adanya syarat yang menggantungkan pernikahan pada masa depan.

Memahami Lafal Ijab Qabul yang Baku

Meskipun lafal bisa bervariasi tergantung tradisi dan bahasa setempat, esensi dari ucapan harus tetap sama: pernyataan penyerahan dan penerimaan pernikahan. Dalam konteks Indonesia, seringkali prosesi ini dibantu oleh penghulu atau petugas KUA.

Contoh umum dari lafal ijab yang diucapkan wali adalah: "Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau, [nama mempelai pria], dengan putri kandung saya yang bernama [nama mempelai wanita], dengan mas kawin berupa [sebutkan mahar] dibayar tunai."

Kemudian, jawaban qabul dari mempelai pria harus segera menyusul dengan tegas: "Saya terima nikah dan kawinnya, [nama mempelai wanita], binti [nama wali], dengan mas kawin tersebut, dibayar tunai." Pengucapan kata 'tunai' menunjukkan keseriusan dan kesiapan mempelai pria memenuhi kewajiban mahar saat itu juga.

Makna Spiritual di Balik Akad

Ijab qabul bukan sekadar formalitas hukum. Di baliknya terdapat makna spiritual yang mendalam. Ketika kalimat itu terucap, terjadi perpindahan tanggung jawab. Wali menyerahkan hak dan tanggung jawab pemeliharaan putrinya kepada suaminya yang sah. Bagi mempelai pria, qabul adalah penerimaan penuh atas amanah besar untuk membimbing, melindungi, dan menafkahi istrinya.

Momen ini menandai dimulainya sebuah entitas baru—rumah tangga—yang didasarkan pada prinsip mitsaqan ghalizha (ikatan yang kokoh) sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an. Oleh karena itu, khidmat dan kesungguhan saat mengucapkan dan mendengar ijab qabul sangat ditekankan, sebab di momen itulah status dua insan berubah dari lajang menjadi pasangan suami istri yang terikat secara agama dan sosial.

🏠 Homepage