Pengantar Pemikiran Mahmud Syaltut
Mahmud Syaltut adalah salah satu ulama terkemuka dari Al-Azhar, Mesir, yang pemikirannya memiliki pengaruh signifikan dalam diskursus keilmuan Islam kontemporer. Dalam berbagai karyanya, beliau seringkali mengupas tuntas persoalan mendasar dalam agama, salah satunya adalah konsep akidah. Memahami bagaimana menurut Mahmud Syaltut akidah ialah fondasi utama yang menopang seluruh bangunan Islam adalah kunci untuk mengapresiasi pandangannya yang moderat namun tegas.
Visualisasi konsep dasar keyakinan.
Definisi Akidah yang Pragmatis
Menurut Syaltut, akidah bukanlah sekadar rangkaian dogma yang harus diterima secara buta tanpa pemahaman. Sebaliknya, ia menekankan bahwa menurut Mahmud Syaltut akidah ialah keyakinan hati yang mantap (tasdiq al-qalbi) terhadap kebenaran yang dibawa oleh Rasulullah SAW, yang kemudian diekspresikan melalui lisan (syahadat) dan dibuktikan melalui amal perbuatan. Pentingnya aspek pemahaman (tafakkur) ditekankan agar keyakinan tersebut kokoh, bukan sekadar tradisi turun-temurun.
Syaltut memandang akidah sebagai pondasi yang berfungsi membebaskan akal manusia dari keraguan dan takhayul. Ia seringkali mengkritik pendekatan yang terlalu kaku dalam membahas persoalan teologis (kalam), terutama yang mengabaikan konteks zaman. Baginya, pokok-pokok akidah, seperti keesaan Allah (Tauhid), kenabian, hari akhir, malaikat, dan kitab suci, harus dipahami secara jernih, rasional, dan sesuai dengan semangat Al-Qur'an yang mengajak manusia untuk berpikir.
Tauhid sebagai Inti Utama
Jika ditelusuri lebih dalam, inti dari pandangan Syaltut mengenai akidah terletak pada konsep Tauhid. Bagi beliau, Tauhid bukan hanya pengakuan bahwa Allah itu satu, melainkan juga implikasi dari keesaan tersebut terhadap seluruh aspek kehidupan. Ketika seseorang benar-benar berakidah Tauhid, maka ia akan hidup dengan kesadaran bahwa segala sesuatu bersumber dan kembali kepada satu otoritas tertinggi.
Pandangan menurut Mahmud Syaltut akidah ialah pembebasan dari segala bentuk perbudakan selain kepada Allah. Ini mencakup pembebasan dari dominasi hawa nafsu, pembebasan dari taklid buta terhadap pendapat manusia, dan pembebasan dari pengaruh ideologi yang bertentangan dengan nilai-nilai ilahiah. Tauhid yang sejati akan melahirkan prinsip kesamaan dan keadilan di antara sesama manusia, karena semuanya diciptakan oleh Pencipta yang sama.
Akidah dan Peranannya dalam Kehidupan Sosial
Salah satu kontribusi pemikiran Syaltut yang menonjol adalah upayanya untuk menjembatani akidah dengan realitas sosial. Beliau menolak pemisahan absolut antara ranah spiritual dan ranah duniawi. Akidah yang benar harus tercermin dalam perilaku sosial, etika bermuamalah, dan sistem pemerintahan. Jika akidah hanya sebatas ritualistik tanpa dampaknya pada perbaikan masyarakat, maka ia dianggap belum mencapai tujuan hakikinya.
Dalam konteks ini, Syaltut mengajak umat Islam untuk kembali pada semangat awal risalah Islam, di mana akidah berfungsi sebagai motor penggerak kemajuan peradaban. Ketika enam pilar akidah (Rukun Iman) tertanam kuat, seorang Muslim akan memiliki etos kerja, integritas moral, dan tanggung jawab sosial yang tinggi. Inilah yang dimaksud ketika beliau menjelaskan bahwa menurut Mahmud Syaltut akidah ialah panduan hidup yang komprehensif, bukan sekadar doktrin mati.
Kesimpulan
Secara ringkas, pandangan Mahmud Syaltut mengenai akidah menekankan pada keseimbangan antara keyakinan hati (iman), pemahaman rasional (tafakkur), dan manifestasi amal perbuatan (amal saleh). Akidah harus menjadi sumber pencerahan yang membebaskan umat dari belenggu kesesatan dan mendorong mereka untuk menjadi agen perubahan positif di tengah masyarakat, berlandaskan pada Tauhid yang murni dan komprehensif.