Air adalah sumber kehidupan esensial, dan di banyak daerah, sumur bor atau sumur gali menjadi tulang punggung penyediaan kebutuhan harian, mulai dari minum, memasak, hingga sanitasi. Namun, ketika sumber air ini mulai menunjukkan tanda-tanda keruh, berbau, atau bahkan berubah warna, kita dihadapkan pada masalah serius: sumur kotor. Sumur yang kotor bukan sekadar masalah estetika; ini adalah ancaman kesehatan masyarakat yang nyata dan memerlukan perhatian segera.
Kondisi kotor pada sumur dapat disebabkan oleh berbagai faktor, baik yang berasal dari lingkungan sekitar maupun dari pemeliharaan yang kurang optimal. Memahami akar masalah adalah langkah pertama dalam mitigasi.
Ini adalah penyebab paling umum. Jika struktur penutup sumur (cincin beton atau dinding sumur) retak, tidak kedap air, atau jika area sekitar sumur tidak terlindungi dengan baik, air permukaan yang membawa kontaminan dapat merembes masuk. Air permukaan ini sering membawa lumpur, sisa pupuk pertanian, limbah septik tank yang bocor, atau bahkan bakteri patogen dari aktivitas hewan.
Sumur tua sering mengalami keropos atau retak pada dindingnya, terutama pada sambungan antar bata atau cor. Keretakan ini menyediakan jalur mudah bagi air tanah yang terkontaminasi untuk masuk ke dalam zona penampungan air bersih. Selain itu, endapan sedimen di dasar sumur dapat menumpuk dan mencemari volume air yang tersedia.
Perubahan geologis atau aktivitas industri/pertanian di sekitar area resapan air dapat mengubah kualitas air tanah secara alami, menyebabkan peningkatan kadar besi, mangan (yang menyebabkan air berwarna cokelat atau hitam), atau bahkan kontaminasi kimia.
Deteksi dini sangat penting. Jangan menunggu sampai ada anggota keluarga yang sakit untuk menyadari bahwa air sumur Anda bermasalah. Perhatikan tanda-tanda berikut:
Penanganan sumur kotor memerlukan pendekatan sistematis. Jangan hanya mengandalkan penjernihan kimia tanpa mengatasi sumber masalahnya.
Langkah pertama yang paling krusial adalah menguras seluruh air dan lumpur yang mengendap di dasar sumur. Proses ini harus dilakukan oleh tenaga profesional yang dilengkapi alat pelindung diri (APD) karena risiko gas beracun di dalam sumur yang kosong. Lumpur di dasar adalah reservoir utama bakteri dan zat pencemar.
Setelah dikuras bersih, periksa dinding sumur. Jika ada retakan, lakukan perbaikan dengan plesteran kedap air atau pemasangan lapisan pelindung. Pastikan bibir sumur memiliki ketinggian yang memadai di atas permukaan tanah (minimal 50 cm) dan dilengkapi penutup (semen cor atau penutup kedap air) untuk mencegah masuknya sampah atau air hujan langsung.
Setelah struktur diperbaiki dan air diisi kembali, lakukan proses klorinasi. Ini bertujuan membunuh mikroorganisme yang mungkin masih tersisa di dinding sumur atau dalam pipa. Dosis klorin harus dihitung secara tepat berdasarkan volume sumur. Setelah klorinasi, air harus didiamkan selama minimal 24 jam sebelum digunakan kembali (setelah diuji kelayakannya).
Setelah semua perbaikan selesai, jangan langsung percaya bahwa air sudah aman. Lakukan pengujian laboratorium untuk menguji kadar koliform (bakteri indikator sanitasi) dan parameter kimia dasar lainnya.
Mengabaikan kondisi sumur kotor adalah tindakan yang berisiko tinggi bagi kesehatan keluarga dan lingkungan. Perawatan sumur, layaknya perawatan aset penting lainnya, harus dilakukan secara berkala, idealnya setidaknya setahun sekali, untuk memastikan suplai air tetap jernih, aman, dan menyehatkan.