Aqiqah adalah salah satu bentuk rasa syukur seorang muslim kepada Allah SWT atas karunia kelahiran seorang anak. Secara etimologis, aqiqah berarti memutus atau mencukur rambut. Dalam konteks syariat Islam, aqiqah adalah penyembelihan hewan ternak sebagai tanda syukur atas kelahiran bayi, baik laki-laki maupun perempuan.
Meskipun hukum aqiqah diperselisihkan antara sunah muakkadah (sunah yang sangat ditekankan) atau sunah biasa, mayoritas ulama sepakat bahwa aqiqah sangat dianjurkan untuk dilaksanakan. Pelaksanaannya memiliki beberapa ketentuan dan sunah yang perlu diperhatikan agar bernilai ibadah sempurna di sisi Allah.
Sunah yang pertama terkait dengan waktu pelaksanaan aqiqah. Para ulama berbeda pendapat mengenai waktu terbaik, namun pandangan yang paling populer dan dianjurkan adalah pada hari ketujuh setelah kelahiran bayi. Terdapat juga pandangan bahwa aqiqah boleh dilaksanakan pada hari ke-14, atau hari ke-21 setelah kelahiran. Melaksanakannya tepat pada hari ketujuh dianggap lebih utama.
Jika terhalang karena alasan tertentu (misalnya keterbatasan biaya), sebagian ulama membolehkan penundaan aqiqah hingga anak beranjak dewasa, namun tetap dianjurkan untuk melakukannya selagi mampu.
Sunah selanjutnya berkaitan dengan jenis dan jumlah hewan yang disembelih. Aqiqah disyariatkan menggunakan hewan ternak, yaitu kambing atau domba. Tidak diperbolehkan menggunakan unta, sapi, atau unggas untuk aqiqah.
Jumlah hewan yang disunahkan adalah sebagai berikut:
Kualitas hewan aqiqah harus memenuhi syarat sah hewan kurban, yakni tidak cacat, cukup umur, dan sehat. Umumnya, domba atau kambing harus berumur minimal enam bulan untuk domba, atau satu tahun untuk kambing.
Dalam proses penyembelihan, terdapat beberapa sunah yang dianjurkan:
Setelah proses penyembelihan, sunah lain yang dianjurkan adalah mencukur rambut bayi yang baru lahir pada hari ketujuh. Rambut yang dicukur tersebut kemudian ditimbang beratnya. Seberat timbangan rambut tersebut kemudian disedekahkan dalam bentuk perak atau emas, sesuai dengan kemampuan finansial orang tua.
Selain itu, sunah lain yang juga populer adalah memberi nama bayi pada hari ketujuh. Meskipun memberi nama bisa dilakukan kapan saja, menyelaraskan dengan hari aqiqah dianggap lebih utama. Pemberian nama hendaknya nama yang baik dan mengandung makna positif.
Melaksanakan sunah dalam aqiqah tidak hanya sekadar ritual, tetapi juga mengandung hikmah mendalam. Aqiqah berfungsi sebagai penebus dari setan, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW yang menyebutkan bahwa setiap anak tergadai dengan aqiqahnya. Ini menunjukkan bahwa aqiqah adalah upaya mendekatkan anak pada ketaatan kepada Allah sejak dini.
Dengan menunaikan aqiqah sesuai sunah, orang tua telah menjalankan tanggung jawab moral dan spiritualnya untuk menyambut kehadiran buah hati dengan cara yang diridhai Allah SWT, sekaligus berbagi kebahagiaan dengan sesama melalui pembagian daging aqiqah.