Wajibkah Aqiqah? Menjawab Keraguan Seputar Hukum dan Maknanya

Aqiqah adalah salah satu syariat Islam yang sangat dianjurkan ketika seorang anak lahir. Namun, seiring perkembangan zaman dan beragamnya pemahaman masyarakat, muncul pertanyaan mendasar: Wajibkah aqiqah? Untuk menjawabnya, kita perlu menelaah dasar hukum dan pandangan para ulama mengenai praktik mulia ini.

Apa Itu Aqiqah?

Secara bahasa, aqiqah berarti memotong atau membelah. Dalam konteks Islam, aqiqah merujuk pada penyembelihan hewan ternak sebagai tanda syukur atas kelahiran seorang anak, yang dilaksanakan pada hari ketujuh setelah kelahirannya.

Simbol Rasa Syukur atas Kehadiran Buah Hati

Hukum Aqiqah: Sunnah Muakkad atau Wajib?

Perdebatan utama mengenai aqiqah adalah status hukumnya. Apakah ia termasuk ibadah yang hukumnya wajib (fardhu) atau sunnah yang sangat dianjurkan (sunnah muakkad)?

Pandangan Mayoritas Ulama (Sunnah Muakkad)

Mayoritas ulama dari berbagai mazhab, termasuk Syafi'iyah dan Hanabilah, berpendapat bahwa aqiqah hukumnya adalah sunnah muakkad (sunnah yang sangat ditekankan). Mereka mendasarkan pandangan ini pada hadis-hadis Nabi Muhammad SAW yang menunjukkan bahwa beliau melaksanakan aqiqah untuk cucu-cucunya (Hasan dan Husain) dan menganjurkannya, namun tidak sampai pada tingkat perintah keras yang jika ditinggalkan pelakunya berdosa.

Hadis yang sering dijadikan landasan adalah sabda Rasulullah SAW: "Setiap anak tergadai (terikat) dengan aqiqahnya, disembelihkan baginya pada hari ketujuh, dicukur rambutnya, dan diberi nama." (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad).

Status "tergadai" di sini diartikan sebagai amal baik yang menanti penebusan berupa penyembelihan hewan aqiqah. Meskipun bukan wajib secara mutlak, meninggalkannya sangat disayangkan karena kehilangan kesempatan mendapatkan pahala besar dan mengikuti sunnah Nabi.

Pandangan Sebagian Ulama (Wajib)

Sebagian kecil ulama, terutama dari kalangan mazhab Hanafi, cenderung melihat aqiqah mendekati derajat wajib, terutama jika orang tua memiliki kemampuan finansial. Mereka menafsirkan anjuran Nabi SAW sebagai bentuk penekanan yang sangat kuat, hampir menyerupai kewajiban, sebagai bentuk pengorbanan dan rasa syukur tertinggi kepada Allah atas karunia anak.

Kesimpulan Praktis

Bagi umat Islam secara umum, mengikuti pandangan mayoritas bahwa aqiqah adalah sunnah muakkad adalah yang paling aman. Walaupun tidak menyebabkan dosa besar jika ditinggalkan karena ketiadaan kemampuan, bagi yang mampu, melaksanakan aqiqah adalah wujud ketaatan yang sangat dianjurkan dan membawa banyak keberkahan bagi anak dan keluarga.

Tata Cara Pelaksanaan yang Dianjurkan

Jika telah memutuskan untuk melaksanakan aqiqah, ada beberapa panduan tata cara yang sebaiknya diikuti:

  1. Waktu Pelaksanaan: Idealnya dilakukan pada hari ketujuh kelahiran. Jika terlewat, bisa dilakukan pada hari ke-14 atau ke-21, atau kapan saja setelahnya jika ada kendala.
  2. Jumlah Hewan: Untuk anak laki-laki disunnahkan dua ekor kambing/domba, dan untuk anak perempuan disunnahkan satu ekor kambing/domba. Hewan yang disembelih harus memenuhi syarat kurban (tidak cacat dan telah mencapai usia minimal).
  3. Niat: Niatkan penyembelihan semata-mata karena menunaikan sunnah rasul dan rasa syukur kepada Allah SWT.
  4. Pembagian Daging: Daging hasil aqiqah tidak boleh dijual. Pembagian yang umum dilakukan adalah sepertiga untuk disedekahkan kepada fakir miskin, sepertiga untuk dibagikan kepada kerabat/tetangga, dan sepertiga untuk diolah dan dimakan bersama keluarga.

Hikmah di Balik Syariat Aqiqah

Aqiqah bukan sekadar tradisi, melainkan memiliki hikmah mendalam:

Penutup

Menimbang semua aspek, meskipun mayoritas ulama menetapkan hukum aqiqah sebagai sunnah muakkad, praktik ini memegang posisi penting dalam tradisi Islam. Bagi orang tua yang baru dikaruniai anak, melaksanakan aqiqah adalah cara yang indah untuk menyambut kehadiran buah hati ke tengah-tengah keluarga dan komunitas, sembari menunaikan tuntunan mulia dari Rasulullah SAW.

🏠 Homepage