Dalam konteks ibadah zakat, akad atau ijab kabul seringkali dianggap sebagai rukun yang mutlak, terutama dalam transaksi keuangan formal. Namun, diskursus mengenai 'zakat tanpa akad' muncul untuk membahas situasi di mana niat tulus dan penyerahan harta telah terjadi, meskipun tidak diucapkan formal akadnya. Memahami konsep ini sangat penting untuk memastikan bahwa harta yang dikeluarkan tetap sah sebagai pemenuhan kewajiban zakat.
Definisi dan Dasar Hukum
Zakat pada dasarnya adalah ibadah maliyah (ibadah harta) yang mensyaratkan niat (niyyah) untuk menunaikan kewajiban agama tersebut. Akad, dalam fikih muamalah, merujuk pada kesepakatan verbal antara dua pihak. Ketika berbicara tentang zakat, akad yang dimaksud biasanya adalah pernyataan jelas dari muzakki (pembayar zakat) kepada amil (penerima zakat) atau wakilnya, yang menyatakan bahwa harta yang diserahkan tersebut adalah zakat.
Namun, mayoritas ulama sepakat bahwa selama niat berzakat telah tertanam kuat di hati muzakki saat harta itu dipisahkan atau diserahkan, maka zakat tersebut sah meskipun tidak dilafalkan akadnya secara eksplisit. Dalam mazhab Syafi'i, misalnya, niat merupakan syarat sahnya ibadah, dan penyerahan harta yang disertai niat zakat sudah cukup. Lafal akad hanya berfungsi sebagai penegasan niat yang sudah ada di dalam hati.
Peran Niat dalam Zakat Tanpa Akad
Prinsip utama yang membolehkan zakat tanpa akad verbal adalah kekuatan niat. Allah SWT Maha Mengetahui isi hati hamba-Nya. Jika seseorang memisahkan hartanya, misalnya beras dari hasil panennya atau sejumlah uang dari penghasilannya, sambil dalam hatinya berketetapan bahwa itu adalah bagian yang wajib dikeluarkan sebagai zakat, maka secara hukum ibadah, ia telah menunaikannya.
Hal ini sangat relevan dalam konteks modern, seperti saat seseorang membayar zakat secara online melalui platform digital. Umumnya, proses ini hanya berupa klik tombol "Bayar Zakat", di mana niat sudah tertanam sebelum menekan tombol tersebut. Meskipun tidak ada dialog langsung antara muzakki dan amil, transaksi tersebut dianggap sah karena sistem telah merekam niat melalui antarmuka digital.
Perbedaan dengan Sedekah Sunnah
Penting untuk membedakan zakat (wajib) dengan sedekah sunnah (anjuran). Untuk sedekah sunnah, keleluasaan mengenai akad lebih besar. Anda bisa saja memberikan uang tanpa mengatakan apa pun dan itu tetap sah sebagai sedekah. Namun, karena zakat adalah hak fakir miskin yang bersifat wajib, diperlukan tingkat kepastian yang lebih tinggi.
Dalam kasus zakat, jika penyerahan dilakukan kepada orang yang tidak tahu bahwa yang diberikan itu adalah zakat (misalnya, menitipkan kepada teman tanpa pesan), para fuqaha sering menyarankan adanya tindak lanjut berupa pemberitahuan (meskipun tidak seformal akad) agar status harta tersebut jelas. Namun, jika penyerahan dilakukan langsung kepada lembaga amil zakat resmi, di mana mereka memiliki prosedur standar, niat saat transfer atau penyerahan seringkali sudah dianggap cukup.
Praktik Terbaik: Menguatkan Niat
Walaupun zakat tanpa akad bisa sah, untuk menghindari keraguan dan menjaga kesempurnaan ibadah, sangat dianjurkan untuk menguatkan niat dengan cara yang mudah dilakukan.
- Niat Saat Memisahkan Harta: Sebelum harta dikeluarkan, niatkan secara tegas bahwa bagian tersebut adalah zakat.
- Deklarasi Singkat (Jika Memungkinkan): Jika menyerahkan langsung, katakan, "Ini adalah zakat saya." Jika melalui transfer, gunakan kolom deskripsi: "Zakat Penghasilan/Emas/Perdagangan [Tahun]".
- Catat dan Dokumentasikan: Dokumentasi membantu membuktikan bahwa pemisahan harta dilakukan dengan tujuan ibadah.
Pada akhirnya, zakat adalah sarana pembersih harta dan penyucian jiwa. Selama niat ikhlas dan syarat-syarat harta zakat terpenuhi, Allah SWT akan menerima tunaian kewajiban tersebut, terlepas dari kerumitan verbal akad yang mungkin terlewatkan dalam dinamika kehidupan modern. Fokus utama harus selalu kembali kepada ketulusan hati muzakki.