Aqidah Nasafiyah: Fondasi Teologi Sunni

Simbol pemahaman aqidah

Aqidah Nasafiyah adalah salah satu mazhab teologi Islam (kalam) yang paling berpengaruh dalam tradisi Sunni. Dinamakan demikian karena disandarkan kepada Imam Abu Mansur al-Maturidi an-Nasafi, seorang ulama besar dari Nasaf (sekarang Uzbekistan). Meskipun sering dikaitkan dengan Imam Abu Hanifah dalam ranah fikih (madzhab Hanafi), kontribusi teologis Nasafiyah menjadi pilar utama dalam memahami konsep ketuhanan, kenabian, dan perkara gaib bagi banyak umat Islam, terutama di Asia Tengah, Asia Selatan, dan Turki.

Dasar Metodologis: Perpaduan Wahyu dan Akal

Karakteristik utama dari Aqidah Nasafiyah adalah pendekatannya yang moderat dalam berteologi. Mereka sangat menekankan pentingnya penggunaan akal (burhan) dalam memahami dan mempertahankan dasar-dasar keimanan (usuluddin). Namun, akal ini tidak berdiri sendiri; ia harus selalu berada di bawah naungan wahyu (Al-Qur'an dan Sunnah). Dalam pandangan mereka, akal berfungsi sebagai alat untuk memahami kemestian ajaran yang dibawa oleh Rasul, bukan untuk menciptakan hukum atau konsep ketuhanan yang bertentangan dengan nash.

Pendekatan ini membedakannya dari kelompok yang terlalu menekankan aspek naqli (teks) tanpa interpretasi rasional, serta dari kelompok mu'tazilah yang dinilai terlalu mengedepankan akal hingga kadang menafsirkan teks secara radikal. Aqidah Nasafiyah mencoba menengahi dengan mencari titik temu antara dalil naqli dan tuntutan logika yang sehat.

Konsep Ketuhanan dan Sifat Allah

Dalam pembahasan Sifat Allah, madzhab ini mengikuti pandangan Ahlussunnah wal Jama'ah. Mereka menetapkan bahwa Allah memiliki sifat-sifat sempurna yang sesuai dengan keagungan-Nya, seperti keberadaan (wujud), kekekalan (baqa'), kuasa (qudrah), mengetahui (ilmu), dan berkehendak (iradah). Namun, cara bagaimana sifat-sifat tersebut hakikatnya ada pada Zat Allah adalah perkara yang digolongkan sebagai "bila kayfa" (tanpa bertanya bagaimana).

Salah satu poin penting yang sering dibahas adalah masalah Kalamullah (Firman Allah). Mereka berkeyakinan bahwa Al-Qur'an adalah kalam Allah yang qadim (tidak diciptakan), namun lafadz yang kita baca atau dengar adalah ciptaan (makhluk) dari segi suaranya. Ini adalah formulasi teologis yang halus untuk mempertahankan keabadian sifat Allah (Kalam Nafsi) sambil mengakui sifat temporalitas bacaan.

Peran dalam Sejarah dan Pendidikan

Kitab utama yang merumuskan prinsip-prinsip Aqidah Nasafiyah adalah 'Aqā'id an-Nasafiyyah' yang ditulis oleh Najmuddin an-Nasafi. Karya ini menjadi teks standar yang dipelajari secara turun-temurun di berbagai institusi pendidikan Islam tradisional (madrasah). Bahkan, banyak ulama besar dari berbagai mazhab yang mengkaji dan memberikan syarah (penjelasan) atas kitab ini, menunjukkan penerimaan luas terhadap kerangka teologis yang ditawarkannya.

Relevansi Aqidah Nasafiyah hari ini tetap tinggi, terutama dalam konteks membentengi pemahaman umat dari ekstremisme ideologis. Dengan landasan rasionalitas yang terstruktur dan keterikatannya yang kuat pada tradisi, ia menawarkan metode yang kokoh untuk mempertahankan keaslian akidah Ahlussunnah wal Jama'ah di tengah tantangan pemikiran modern.

Secara ringkas, Aqidah Nasafiyah mewakili sintesis klasik antara iman yang teguh dan pemikiran yang teratur. Ia memastikan bahwa keyakinan fundamental seorang Muslim tidak hanya diterima berdasarkan taklid buta, tetapi juga dapat dipertahankan dan dipahami secara logis, menjadikannya warisan intelektual yang sangat berharga dalam peradaban Islam.

🏠 Homepage