Beragam Sebutan Akad Nikah dalam Tradisi dan Hukum

Simbol Persatuan dan Akad Nikah Representasi dua cincin yang saling mengunci di atas pita melengkung. Janji Suci

Akad nikah adalah momen sakral dan inti dari seluruh rangkaian pernikahan, terutama dalam perspektif hukum Islam. Namun, sebutan yang digunakan untuk merujuk pada prosesi ijab kabul ini seringkali bervariasi, tergantung pada konteks budaya, regional, dan terminologi hukum yang berlaku. Memahami berbagai sebutan ini membantu kita mengapresiasi kekayaan tradisi yang menyelimuti peristiwa fundamental dalam pembentukan keluarga ini.

Terminologi Utama: Akad Nikah

Secara harfiah, kata "akad" berasal dari bahasa Arab yang berarti mengikat, perjanjian, atau kontrak. Dalam konteks pernikahan, Akad Nikah merujuk pada kontrak formal yang mengikat seorang pria dan wanita untuk menjadi suami istri yang sah menurut syariat. Prosesi ini ditandai dengan adanya ijab (penawaran) dari wali/perwakilan mempelai wanita dan qabul (penerimaan) oleh mempelai pria.

Dalam konteks hukum di Indonesia, akad nikah adalah momen penentu legalitas perkawinan. Tanpa terlaksananya akad yang sah, pernikahan tidak diakui, baik secara agama maupun negara (Kompilasi Hukum Islam/UU Perkawinan). Keabsahan akad sangat bergantung pada terpenuhinya rukun dan syarat nikah, seperti adanya calon mempelai, wali, dua saksi, dan ijab qabul itu sendiri.

Variasi Sebutan dalam Tradisi Lokal

Meskipun esensi dari akad adalah sama—yaitu janji suci pengikatan—masyarakat di berbagai daerah di Indonesia seringkali menggunakan istilah lokal yang memiliki makna mendalam dan historis. Berikut beberapa sebutan lain yang populer digunakan dalam konteks pernikahan tradisional:

Makna di Balik Sebutan: Lebih dari Sekadar Kontrak

Penting untuk disadari bahwa sebutan "akad" mengandung makna filosofis yang jauh melampaui sekadar perjanjian bisnis atau kontrak sipil biasa. Akad nikah adalah suatu ikatan yang melibatkan dimensi spiritual dan sosial yang tinggi.

Dalam Islam, akad nikah disebut juga sebagai mitsaqan ghaliza (perjanjian yang kokoh). Sebutan ini menegaskan bahwa komitmen yang dibuat bukanlah janji yang ringan. Ia melibatkan pertaruhan kehormatan, tanggung jawab moral, dan pengakuan di hadapan Tuhan dan masyarakat.

Ketika wali mengucapkan ijab, ia tidak hanya menyerahkan putrinya, tetapi ia menitipkan amanah besar kepada calon suami. Ketika calon suami mengucapkan qabul, ia menerima amanah tersebut dengan segala hak dan kewajiban yang menyertainya. Inilah inti dari sebutan akad—sebuah deklarasi publik tentang kesediaan memikul tanggung jawab rumah tangga.

Peran Saksi dan Keabsahan

Setiap sebutan atau ritual dalam pernikahan selalu berpusat pada validitas akad. Tanpa kehadiran dua orang saksi yang memenuhi syarat (biasanya pria muslim yang adil), akad nikah dianggap tidak sah. Saksi berfungsi sebagai mata dan telinga yang memverifikasi bahwa janji suci (akad) benar-benar telah terucap dan disaksikan oleh publik. Ini memastikan bahwa pernikahan tidak dilakukan secara rahasia, yang dapat menimbulkan fitnah atau kerancuan nasab di kemudian hari.

Penutup

Apapun sebutan yang digunakan—baik itu Akad Nikah, Ijab Qabul, atau Janji Kawin—inti dari prosesi tersebut tetaplah sama: pembentukan ikatan suci yang menjadi dasar bagi terbentuknya keluarga (baiti jannati). Memahami terminologi ini membantu kita menghargai kedalaman ritual yang menyertai lembaran baru dalam kehidupan sepasang kekasih.

🏠 Homepage